Selasa, 17 Agustus 2010



















tidak banyak yang ingin saya katakan tetapi ada banyak gambar disini jadi anda dapat melihatnya!!!
ini adalah foto-foto yang saya ambil saat liburan di maumere,kampumg halaman saya sekitar 2 bulan yang lalu.
entah hutan atau laut,semuanya terasa mengesankan...

Rabu, 25 Maret 2009

teori arsitektur 02

pendekatan pada rumah susun




Saya kira rumah susun sudah sangat familiar di kota-kota besar.Namun perlu diketahui bahwa tidaklah cukup hanya menempatkan orang-orang didalam hunian tersebut.
kita sebagai arsitek kiranya perlu memperhatikan berbagai hal sehingga orang-orang yang kelak tinggal di rumah susun rancangan kita merasa nyaman.Hal ini tentunya dapat mendukung aktivitas meraka.
Salah satu hal yang wajib kita pertimbangkan adalah pendekatan sosialnya.
Orang Indonesia terkenal keramahtamahannya,serta gotong royong.Kita selalu berusaha untuk hidup berdampingan dengan orang disekitar.Sehingga akan sulit bila tidak ada hubungan social atau tanpa interaksi.Kita sangat jauh berbeda dengan orang eropa yang hidupnya lebih cendrung individual.
Sehingga saya kira dalam perancangan sebuah rumah susun di perlukan pendekatan social.Kita dapat membuat suatu tempat dimana orang dapat berkumpul,mungkin semacam ruang public yang dapat di pergunakan untuk saling bertemu satu sama lain ruang public itu dapat dimanfaatkan sebagai tempat jualan,sehingga ibu-ibu tidak terlalu kerepotan bila tidak dapat berbelanja ke pasar.pada malam hari nya mungkin di pasang tenda temporer untuk jualan makanan atau sekedar kucingan.selain itu untuk menjaga keamanan,kita dapat membuat pos jaga.seperti biasanya,setiap kepala keluarga akan berjaga bergiliran sesuai jadwal yang telah ditentukan.Ini tentu saja akan terasa seperti kehidupan normal yang biasnya dilakukan oleh masyarakat.
selain itu,tidak ada salahnya jika kita membuat lapangan tempat anak-anak bemain di setiap lantainya..mungkin ide itu agak berlebihan akan tetapi memungkinkan.karena dirancang juga sebagai tempat bermain anak maka,perlu perlindungan ketat dalam arti bahwa desain kita harus bersifat melindungi.
dapat kita ambil contoh rumah susun yang di rancang oleh salah satu dosen kita pak Setyo.Beliau mendesain rumah susun yang berbeda dengan rumah susun kebanyakan.rumah susun itu dibangun di daerah sekitar kali code.
Saya kira rumah susun itu dibuat berdasarkan pertimbangan pendekatan sosial dengan mengadakan obsevasi dan penelitian terlebih dahulu.tantu saja hasilnya maksimal dan masyarakat tidak merasa aneh menempati rumah susun tersebut.
Berikut saya sertakan beberapa foto yang kiranya dapat memberi inspirasi bagi yang mau merancang rumah susun.Rumah ini dirancang oleh bapak Setyo.



pendekatan pada rumah susun

Rabu, 25 Februari 2009

Selasa, 10 Februari 2009

masjid agung bandung

Saya mengambil contoh dari perubahan masjid agung bandung.terdapat perombakan kecil maupun besar-basaran alias total.setidaknya tercatat sudah 7 kali perombakan terjadi sejak dibangunya masjid itu yakni di abad ke-19 tiga kali perombakan dan di abad ke-20 empat kali perombakan.
Sedangkan Perombakan yang bersifat total terjadi 2 kali yakni pada tahun 1955 saat akan dilangsungkannya Konferensi Asia Afrika di Bandung dan pada tahun 1973 melalui SK Gubernur Kepala DATI I jabar.
Saat itu masjid masih berupa bangunan panggung tradisional sederhana yang.terbuat dari bamboo dan bertap rumbia.Namun pada sekitar bangunan masjid sederhana itu, ada yang menarik yakni terdapatnya kolam kolam besar nan luas sebagai
tempat mengambil air wudlu.


Gb 1. Masjid Agung Bandung untuk pertama kalinya terekam dalam sebuah litho pelukis Inggris W. Spreat yang dibuat pada tahun 1852. Tampak atap masjid ”bale nyungcung”.


Pada tahun 1826, bangunan masjid agung secara berangsur-angsur diganti dari bahan bilik dan bamboo menjadi bangunan berkonstruksi kayu.Bupati R.A. Wiranatakusumah IV (1846-1847) yang juga adalah seorang arsitek, merenovasi bangunan masjid agung dan pendopo kabupaten.Perombakan pada masjid agung berupa penggantian material atap dengan genting dan dinding dengan tembok batu bata.
Di sini terlihat bahwa masjid agung beratap tumpang tiga, memiliki halaman luas, dikelilingi pohon bambu dan kelapa serta di depannya terdapat gerbang yang diapit dua pohon beringin. Dari lukisan itu dapat juga kita lihat bahwa masjid agung merupakan bangunan tunggal, berskala besar/monumental dengan semacam pendopo di depannya. Secara umum, atap tumpang yang tinggi dan besar serta deretan kolom di sekeliling masjid memberi ciri penting. Khusus pada atap, di sini sudah memperlihatkan bentuk atap tumpang tiga yang tinggi seperti “Bale Nyungcung” yang makin terkenal di kemudian hari. Ekspresinya ditunjukkan dengan atap tinggi menjulang ke atas namun pada bagian ujung bawah setiap lapisan atap tumpukan berbelok ke arah mendatar/horizontal dengan cepat.


Bentuk dan ekspresi atap seperti itu, tampak makin terlihat pada tahun 1875 seperti yang ditunjukkan pada foto lama di tahun yang sama (lihat gb. 2).Selain lapisan atap tumpukan yang sudah `nyungcung`, pada bagian ujung bawah lapisan atap pertama juga makin jelas menunjukkan belokan atap ke arah lebih mendatar.

Gb. 2. Masjid Agung Bandung pada foto tahun 1875. Tampak jelas deretan kolom-kolom”doric”Yunani.(Sumber:KITLVLeiden)



Selain atap, di sini juga memperlihatkan adanya beberapa perubahan lainnya seperti: adanya semacam tembok/pagar yang mengelilingi pendopo/serambi luar masjid setinggi satu hingga satu setengah meter. Ini boleh jadi bukan sekadar tembok/pagar, tetapi juga berfungsi sebagai tempat duduk-duduk dari pondasi yang ditinggikan yang sekaligus mampu menahan kolom-kolom/tiang-tiang.

Memasuki pada abad ke-20, tepatnya pada tahun 1900 Masjid Agung Bandung mulai dikenal menjadi tempat ibadah. dilengkapi dengan ciri masjid tradisional yang sangat kental. Antara lain: denah empat persegi panjang, bedug dan kentongan, bangunan menghadap ke timur tepat, ada makam, benteng, dan tidak bermenara (Graaf, 1947).


Mendekati tahun 1930-an, masjid agung semakin terkenal dan sangat menonjol dalam fungsi, aktifitas, dan kegiatan-kegiatannya. Bisa dikatakan masjid agung pada saat itu mengalami `zaman keemasan` sebagai pusat ibadah dan sosial penduduk kota. Masjid dipakai untuk berakad nikah,tempat merayakan Mauludan, Rajaban, Shalat Ied dan belajar mengaji, serta menjadi baitul mal yang menerima zakat fitrah dan mengurus kesejahteraan umat.Sepasang menara kembar semakin memperkuat kesan simetri.


Gb. 3. Masjid Agung Bandung pada foto tahun 1935. Terjadi perubahan pada atap yang semakin menjulang dan adanya penambahan menara kembar didepan masjid...sumber;haryanto kunto..


Dari segi bentuk dan ekspresi bangunan, mungkin pada penampilan bangunan pada saat itulah yang memperlihatkan bentuk paling anggun dan menarik dibandingkan sebelumnya…pada masa ini pula bangunan masjid agung dan bahkan hampir seluruh bangunan sekeliling alun-alun diberi pagar tembok berlubang-lubang berornamen sisik ikan hasil rancangan arsitek Belanda terkenal Henry Maclaine Pont.

Perombakan total 1

Pada tahun 1955 ini, penampilan masjid jelas mengalami perubahan yang luar biasa dibanding dengan perubahan-perubahan kecil sebelumnya. Tampak depan juga dirubah total. Kedua menara kecil di kanan dan di kiri masjid dibongkar. Serambi diperluas ke depan yang menyebabkan halaman menjadi lebih sempit, bahkan hampir seperti tidak lagi memiliki halaman depan.Ruang panjang kiri dan kanan (pawestren) dijadikan satu bangunan induk, sehingga bangunan masjid menjadi sebuah massa tunggal. Bangunan baru ini dilengkapi menara berpuncak kubah bawang di sebelah selatan masjid. Perubahan yang paling spektakuler adalah bentuk atap bangunan induk yang sudah lebih dari seabad berbentuk `Bale Nyungcung` diganti dengan kubah segi empat bergaya Timur-tengah.(lihat gmbr.4)


Gb 4. Foto Masjid Agung Bandung pada tahun 1955, sesaat sebelum diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika. Di sini terjadi perubahan besar-besaran, dari atap bale nyungcung ke atap kubah. (Sumber: Haryoto Kunto)



Perubahan atap dari `bale Nyungcung` ke atap kubah segi empat seperti ini juga semakin memperkuat legitimasi penggunaan bentuk kubah bergaya Timur-tengah itu di pulau Jawa sebagai simbol sebuah masjid yang nantinya semakin kuat pada masa-masa mendatang. Karena pada sekitar tahun itu pula beberapa masjid di pulau Jawa dibangun juga dengan atap kubah seperti Masjid Syuhada (1952) di Yogyakarta dan Masjid Al-Azhar (1956) di kebayoran baru Jakarta.Masjid Agung Bandung dalam penampilan seperti itulah saat dilangsungkannya Konferensi Asia Afrika di Kota Bandung. Masjid digunakan sebagai tempat shalat para tamu-tamu dari luar negeri, sejak saat itu Masjid Agung bandung mulai dikenal oleh dunia Islam meskipun bentuknya sudah jauh meninggalkan aslinya yang beratap `Bale Nyungcung`


Perombakan total 2

Pada perkembangannya atap kubah hasil perombakan tahun 1955 tersebut pernah rusak karena tertiup angin dan diperbaiki pada tahun 1965. Kemudian diperbaiki kembali bersamaan dengan perbaikan beberapa bagian masjid serta penambahan ruangan untuk kegiatan pendidikan (madrasah dan TK) dan poliklinik pada tahun 1967/1968. Akhirnya kubah bawang yang sudah diperbaiki itu pun akhirnya diganti dan sekaligus diubah dengan yang bukan kubah bawang lagi pada tahun 1970-1973. Artinya Atap kubah bawang itu hanya bertahan selama kurang lebih 15 tahun.
Pada tahun 1973 ini dilakukan perombakan total kembali berdasarkan SK Gubernur Kepala DATI I Jabar tahun 1973. Bangunan yang baru memiliki wajah dan bentuk yang sama sekali berbeda dengan bentuk masa sebelumnya. Hasil renovasi ini diresmikan pada tahun 1974 (lihat gb. 5).


Gb 5. Masjid Agung Bandung pada penampilan di tahun 1974.

Masjid diperluas lantainya lagi, bahkan mulai dibangun bertingkat. Dibangun pula lantai basemen untuk tempat wudlu, sedangkan lantai dasar dipakai untuk ruang shalat utama dan kantor DKM. Sementara lantai di bagian atas difungsikan sebagai mezanin untuk tempat shalat yang berhubungan langsung dengan serambi luar. Serambi luar ini dihubungkan dengan jembatan beton ke arah alun-alun Bandung yang dapat kita lihat pada tampak muka masjid.Menara yang lama dibongkar diganti dengan yang baru yang lebih tinggi di halaman depan sebelah kiri. Menara yang baru ini diberi ornamen shading dari logam yang konon sedang tren pada saat itu. Perubahan drastis terjadi kembali pada atap yakni atap kubah langsung diganti dengan atap yang merujuk kembali atap tumpang tetapi berbeda tampilan dan ekspresinya, katanya model joglo, sebutan sebagian orang.

Bangunan yang ada sekarang ini sebagian besar adalah hasil perombakan total pada tahun 1973 tersebut.Pada akhir tahun 1980, penampilan masjid dirubah dengan selain diberikan finishing bahan dan detail-detail di dalam bangunan, juga ditambah fasade dinding pagar dan gerbang yang dilengkapi dengan pintu-pintu besi (gb. 6). Pagar dan gerbang ini cukup tinggi sehingga berkesan monumental. Elemen ini sangat tebal sehingga juga berkesan masif seperti benteng yang tak ingin ditembus kecuali melalui pintu-pintu yang juga berskala monumental.



Gb. 6. Masjid Agung Bandung pada foto tahun 2001.(Foto: Indra Yudha)


Penambahan yang tak kalah menarik adalah adanya rangka besi berbentuk kubah pada puncak menara masjid. Boleh jadi karena dianggap tidak mudah untuk mengenali bahwa bangunan tersebut adalah masjid bagi orang kebanyakan karena tertutup pagar dan gerbang, maka penambahan kubah pada puncak menara tersebut dianggap dapat memberi tanda/simbol yang mempermudah pengidentifikasian oleh masyarakat kebanyakan dari mana-mana. Lebih unik lagi, hampir setiap rangka besi kubah diberi rangkaian lampu-lampu, sehingga pada malam hari nyala terang lampu yang membentuk gubahan bentuk kubah itu dapat dengan mudah dikenali oleh khalayak umum sebagai bangunan masjid dengan baik.


Begitulah kira-kira informasi yang bisa saya peroleh mengenai perubahan suatu karya arsitektur.saya pikir perubahan yang terjadi pada masjid agung bandung adalah salah satu contoh karya arsitektur yang perombakannya besar-besaran.mungkin lebih tepatnya seperti metamorfosis kupu-kupu yang awalnya adalah seekor kepompong.

Jumat, 14 November 2008

Tipe ruang

Ada empat tipe ruang,berikut penjelasan masing-masing tipe disertai dengan gambar:

1.Tipe pertama

Di sebut juga linier.

Tipe ini yang memiliki punggung dan muka.ruang linier ini bisa di perpanjang ke samping tanpa merubah karakteristiknya.ruang ini hanya berubah ketika di perluas ke muka sehingga ketebalannya bertambah.

Contoh gambar:


2.Tipe kedua

Di sebut juga radial.

Tipe ini yang memancar keluar dan membiarkan pusat sebagai tempat yang tidak aksesibel.ruang tipe ini membiarkan tepinya di akses oleh orang banyak

Contoh gambar:

3.Tipe ketiga

Di sebut juga sentral atau memusat.

Tipe ini merupakan kebalikan dari tipe radial.pada tipe ini,punggung ada di kulit luar sedangkan pengaksesberada di tengah.

Misalnya yang ada di kampus UKDW adalah atrium.

Contoh gambar:

4.Tipe keempat

Merupakan tipe ketiga tetapi dengan membuat intensifikasi ruang dangan memberikan naungan atau payung yang menyedot ruang itu padanya.

Contoh gambar:

Pandangan saya tentang ruang kampung…

Sewaktu memasuki ruang kampung di atrium,saya langsung mendengus…wahhh

Ini benar-benar kampung tapi bukan kampungan..he..he..

Terus terang ,ruang kampung yang kemarin ada di atrium sangat akrab dan bersahabat dengan saya.Menurut saya,ruang kampung itu sangat menarik perhatian karena ada beberapa alasan antara lain karena terlihat berbeda dengan apa yang terpampang di depan mata setiap hari,selain itu karena letaknya di atrium yang merupakan tempat berkumpulnya mahasiswa sehingga bila ada yang terlihat sedikit berbeda maka akan jadi sorotan.Waktu pertama kali melihat ruang kampung itu,saya terkejut dan terpesona.Hasil kerja teman-teman dekorasi sungguh mengagumkan…serasa di kampung,lengkap dengan atribut kampungnya..he..he..Saya merasa tertarik untuk masuk kedalamnya,menikmati setiap sudut yang di sajikan berdampingan dengan karya mahasiswa arsitektur.Bagi saya,ruang kampung memberi banyak gambaran tentang suasana kampung.Katakan lah itu memang hanya sebuah ruang yang di tata akan tetapi bila di nikmati dan dicerna dengan baik maka akan memberi efek dan sugesti.Anda dapat merasakan suasana yang alami sebab material bangunan ( gazebo) adalah bambu.









Pandangan saya tentang ‘ruang kampung’ adalah bahwa sangat menarik karena dapat merasakan kampoeng tempoe doeloe yang jauh berbeda dengan yang terlihat setiap hari.Sangat jauh dari hingar-bingar kota yang memusingkan.Pokoknya ada hal baru yang berbeda dengan keseharian kita di kota jogja.Waktu meruang di sana,saya juga sekaligus bernostalgia.Saya teringat akan kampung halaman saya yang notabene ciri bangunan nya masih sangat sederhana seperti yang ada di atrium waktu itu.Mungkin perlu saya deskripsikan sedikit:atapnya terbuat dari daun kelapa,berdinding bambu.bahan-bahan tersebut sangat ramah lingungan dan tentu saja mempunyai nilai estetika dan artistik yang tinggi.Rasanya membosankan karena setiap hari kita melihat gedung-gedung tinggi.momen itulah yang benar-benar saya manfaatkan untuk merasakan hal berbeda,menikmati suasana kampung yang benar-benar kampung dan tentu saja mengingatkan saya akan tempat saya tumbuh dulu,suasana yang selalu saya rindukan.

Tapi ada hal yang juga membuat saya merinding ….bila kita memasuki area pameran,ada tempat sesajian di pintu masuk,tapi itu belum seberapa.kalau kita menoleh kearah kiri maka mata akan langsung membelalak,bulu kudukpun beranjak berdiri.Tau kah mengapa begitu???he…he…jawabannya sangat simple,ada dua kuburan di sana

Entah dari mana teman-teman sie dekorasi mendapat ide seperti itu,tapi itu sangat ‘aneh dan gila’..wkwkwkwkkkk…

Saya juga mendengar bahwa akibat ide gila teman-teman dekorasi,yang memasang dupa,membuat kuburan,menaruh sesajian di depan pintu masuk,mereka merasakan hal yang aneh dan menakutkan.Ternyata dekorasi dan perlengkapan itu mempengaruhi suasana.

Tempat itu juga mendapat perhatian dan minat yang luar biasa dari teman-teman program studi lain.buku tamu yang di sediakan terisi penuh,sungguh di luar dugaan.ada berbagai tanggapan(kritik dan pujian) dari pengunjung.

Pada dasarnya ada perasaan yang campur aduk waktu ada di lokasi dekorasi.seperti yang saya jelaskan di atas,ada emosi-emosi yang muncul…

Letak atrium di tengah memudahkan orang-orang mudah mengakses dan selebihnya menjadi pusat perhatian.pada saat saya ada di tempat itu,saya merasa sanggggggat perhatikan.berpasang-pasang mata memperhatikan kita entah dari lantai 2 ataupun lantai 3…it seems like super star in red carpet!!!!

Bisa di bayangkan bila ada banyak mata yang menatap kearah kita,ada rasa malu,narsis juga iya,terkesan caper…

Namun saya kira,tema itu sangat menarik dan cocok sekali mengingat kita jarang sekali memanjakan mata kita dengan yang natural,selain itu kapan lagi bisa melihat kampung seperti itu.Yang mengusulkan untuk mengangkat tema itu adalah kakak-kakak angkatan 2006,kata mereka lagi merindukan kampung halaman.Saya kira itu alasan yang cukup logis karena saya juga merasakan hal yang sama.











Seperti pada gambar di atasi, terlihat gazebo beratap daun kelapa plus atribut yang ada di sekitarnya antara lain kandang ayam,tanaman dan lain-lain.












Nah,seperti pada gambar di atas ternyata banyak yang tidak mau menyia-nyiakan momen ini.Para pengunjung tentu merasa rugi apa bila tidak berfoto ria.

Ada banyak pendapat dari mereka.ada yang mengatakan kita jadi wong deso sehari..he..he…

Begitulah kira-kira pandangan saya tentang tema GKM yang di usung dan akhirnya di realisasikan.Saya rasa bagus dan menarik,punya sesuatu yang beda.Itu ide yang sangat brilian,patut diacungi jempol…

Kamis, 02 Oktober 2008

Kauman


Pertama kali memasuki daerah kauman,saya merasa seperti artis masuk desa.he...he..

itu karena jalannya sempit sehingga bila melintasi jalan itu,semua mata akan memandang objek yang lewat di depannya.

Ada perasaan lain yang saya rasakan,keakraban.penghuni tempat itu kelihatannya sangat mengenal satu sama lain.mungkin karena tempat tinggal mereka berdempetan.hampir sama sekali tak ada celah pembatas,ruang gerak pun hampir tak ada.

Sejenak saya membayangkan tempat tinggal saya dan membandingkannya dengan apa yang saya lihat di kauman,sungguh perbedaan besar nyata terlihat.lingkungan tempat saya tinggal sangat luas,ada pekarangan tempat anak-anak bermain & berlarian.ada batas kepemilikan tanah,jadi tidak ada rumah yang bergandengan dengan rumah tetangganya.

Saat berkeliling-keliling tempat itu,mata saya melihat bangunan-bangunan yang rata-rata berumur tua.tetapi itulah letak keunikannya.model pintu dan jendelanya masih kuno,pada umumnya terbuat dari kayu.

Di saat bulan puasa ada aktifitas lain yang berlangsung yang berbeda dengan hari-hari biasanya.saya sangat beruntung karena dapat menyaksikan aktifitas dagang di kauman pada bulan puasa.banyak makanan yang di tawarkan,semuanya terlihat menggiurkan.

Konsumennya datang dari berbagai lapisan masyarakat,jadi yang menikmatinya bukan hanya umat muslim yang sedang berpuasa saja.sangat unik bukan??????


saya mau mengucapkan terima kasih untuk bu imel yang sudah mengajak kami sekelas untuk jalan-jalan ke kauman.sungguh ini adalah pengalaman yang menabjukan...so amazing...he..he..

mengingat aktifitas saya setiap hari adalah pergi pulang kampus dan kos.

Jarang sekali saya menghabiskan waktu untuk keliling jogja.maka tentu saja saya sangat menghargai tiap momen yang telah saya lalui.

Ada banyak pengalaman yang saya peroleh dari tour kecil ini.walaupun masih sulit di ungkapkan dengan kata-kata.

seperti yang sudah saya uraikan di atas,waktu melewati gapura saya merasa seperti artis tepatnya model yang sedang berjalan di catwalk...ha..ha..

tapi aslinya saya bukan orang narsis.....


teng kyiu....